Negara sering disebut sebut sebagai suatu alasan untuk mengesahkan segala sesuatu. Sedangkan Negara itu sendiri selalu mengatasnamakan rakyat untuk alasan kebijakan yang selalu merugikan rakyat itu sendiri.
Disahkannya HPH ( Hak Penguasaan Hutan ) dengan alasan pengolahan Hutan dapat dikendalikan oleh Negara, akan tetapi kenyataannya adalah sebaliknya jumlah hutan semakin berkurang tiap tahunnya. Apakah ini sebuah kebijakan Negara untuk rakyat?
Perlu pembaca ketahui dan pahami bahwa sector yang tidak mungkin dikendalikan oleh pemerintah adalah MAHASISWA. Dari sebelum Indonesia Merdeka mahasiswalah yang selalu terdepan dalam pemikiran untuk mengubah nasib Indonesia dari penjajahan Jepang maupun Belanda. Hal itu terus berlanjut sampai detik inipun, mahasiswa adalah sebuah elemen yang selalu kontra dengan kebijakan Negara. Mari kita urutkan momen momen penting yang selalu berantai hingga keadaan Indonesia menjadi sekarat dan hanya menunggu waktu untuk menuju kehancuran.
17 agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, walaupun sebelumnya Jepang menjanjikan kemerdekaan tanggal 25 Agustus 1945, namun atas desakan Sukarni dan sekelompok pemuda, dengan menculik Sukarno Hatta dengan dasar pemikiran bahwa Kemerdekaan adalah bukan pemberian Jepang ataupun Negara lain, namun atas Keinginan dan Perjuangan Rakyat sendiri. Maka merdekalah Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, bukan 25 Agustus 1945 atas pemberian Jepang. untuk mengembalikan asset penjajahan, Sukarno membentuk tim yang melakukan pembenahan atas kerusakan lingkungan sisa penjajahan. Peristiwa tersebut terkenal dengan nama Revolusi Hijau. Sukarno terkenal dengan paham Eco Populism ( Paham yang menginginkan Hutan dimanfaatkan untuk Hutan itu sendiri dan untuk Rakyat )
11 Maret 1966 Sebuah Kejadian kontroversial kembali terjadi di bumi Indonesia, yaitu Surat Perintah Sebelas Maret ( SUPERSEMAR ) yang sampai saat inipun tidak pernah jelas kebenarannya. Rakyat Indonesiapun tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi, karena pengusutan SUPERSEMAR tidak pernah serius, hal ini bisa penulis artikan adanya manipulasi atau pemelencengan sejarah. Yang bertujuan untuk menutupi Rezim yang pernah berkuasa, bahkan rezim yang meneruskan kekuasaan negarapun memanfaatkan pemalsuan sejarah tersebut.
SUPERSEMAR adalah awal lahirnya Orde Baru yang memperkenalkan budaya KKN ( Korupsi, Kolusi, Nepotisme ) dimana Suharto menjelma menjadi penguasa otoriter, serta hampir absolut, yang membunuh sebuah “demokratis” dalam kekuasaannya. Kekuasaan yang terlindungi oleh Militer, serta melindungi aset para Investor asing yang secara perlahan akan hari terakhir penyisiran, para peserta melewatinya dengan semangat, walaupun megap – megap kehabisan air.
Orde yang melahirkan kebobrokan bagi Indonesia ini benar benar telah menghipnotis rakyat Indonesia dengan kenyamanan, ketenteraman, harga sembako yang murah tapi subsidi terus diperbesar yang akhirnya menumpuklah hutang luar negeri. Pemerintah menginstruksikan Emil Salim yang saat itu menjabat sebagai menteri lingkungan hidup untuk menjembatani gerakan lingkungan di Indonesia, agar pemerintah bisa tawar menawar dengan Organisasi Gerakan Lingkungan yang saat itu terus menerus mengkritisi kebijakan pemerintah, tujuannya adalah meredam aksi massa yang di pelopori gerakan lingkungan. Banyak sekali kebijakan pemerintah sebagai contoh : HPH, Investor asing yang lebih besar peranan dan modalnya dalam pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia, Upaya peningkatan Produktifitas pertanian dengan Panca Usaha Taninya yang kenyatannya memang meningkatkan hasil pertanian sekaligus memperburuk kualitas tanah akibat pemupukan yang berlebihan, tanah semakin keras dan kebutuhan pupuk semakin bertambah, akhirnya subsidi pupuk dikurangi, petani miskin akan semakin miskin, dan banyak kasus lagi yang pada Finalnya, Militer yang dimanfaatkan sebagai penjaga asset asing dan pembacking kebijakan pemerintah, Militer selalu ada dari pusat hingga tingkat Kecamatan untuk mengawasi pergerakan massa di desa, jangan kaget jika sampai didalam Kampus terdapat mata - mata militer atas perintah Pemerintah untuk mengawasi pergerakan Mahasiswa. Suka tidak suka, terima tidak terima memang begitulah kenyatannya. Wujud nyata pemerintah dalam menghalau kritikan gerakan lingkungan adalah membelokkan garis perjuangan gerakan Lingkungan, dan Mapala dengan cara memasukkan kegiatan Adventure dalam program serta agenda pemerintah, ( di masukkannya panjat dinding dalam salah satu cabang olah raga yang diperlombakan dalam Pekan Olah Raga Nasional), hal ini tentu saja disambut dengan hangat oleh Mapala serta organisasi pecinta alam lainnya yang memiliki jiwa petualang, sehingga berakibat konsentrasi mereka terpecah untuk perlombaan atau mengkritisi kebijakan pemerintah lagi. Sampai detik inipun jumlah Mapala yang masih konsisten dengan garis perjuangan semakin berkurang, sedangkan mapala yang cenderung memperbanyak kegiatan adventure semakin bertambah. Maka salahkah jika penulis menilai :
GARIS PERJUANGAN PECINTA ALAM DEWASA INI, PATUT DIPERTANYAKAN KEMBALI !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar