Kamis, 30 Juni 2011

MADILOG TAN MALAKA

»»  READMORE...

Rabu, 29 Juni 2011

BENCANA BUKAN TAKDIR .

“Bukan kesadaran yang menentukan kehidupan, tapi kehidupanlah yang menentukan kesadaran” kutipan kata dari sebuah karya yang terkenal Karl Marx dan Frederick Angels The Germany (1845-6).

Bencana alam yang terjadi di negeri ini merupakan suatu kenyataan pahit bahwa begitu terlenanya manusia dengan kerakusannya. Kelestarian alam disepelekan demi sebuah kepentingan. Pabrik-pabrik, gedung pencakar langit, menjadi pengganti pohon-pohon yang dulu sangat hijau dipandang. Perusahaan-perusahaan pertambangan dengan luas ribuan bahkan jutaan hektar mengeruk perut bumi. Exploitasi, explorasi dan produksi besar-besaran. Persetan dengan kelestarian alam toh para penguasa dan pemberi tanda tangan dalam kontrak karya berpesta dan bangga dengan adanya bencana karena kucuran pinjaman luar negeri akan datang. Saldo rekeningnya akan bertambah dengan meminjam nama rakyat.


Lalu kemudian kenapa Tuhan menjadi tempat untuk mengadu? Siapa yang harus bertanggungjawab? Saling tuding menuding mewarnai media massa, sementara itu rakyat bingung. Penyakit datang dengan berbagai jenisnya. Demam berdarah, flu burung, kelaparan, penjarahan menjadi hal yang biasa kita lihat di televisi. Maka nasi aking menjadi solusi dikala harga beras melonjak naik karena bencana demi mempertahankan nyawanya. Jeritan tangis anak negeri menjadi tontonan yang menyedihkan. Akhirnya bapak tua itu berargument “hanya kepada Tuhan kita menyerahkan diri, lepas kesalmu, lepas tuntutanmu, ini semua sudah diatur sama yang diatas”. Allahu ‘alam bisshawab !!!

Di dalam gedung terdengar orang sikut-sikutan rebutan proyek, tenang bencana banyak, tsunami, gempa, banjir, longsor, angin puting beliung, lumpur, tenang aja kita bagi-bagi, teknisnya kita ajak para tokoh agama, tokoh masyarakat, kita libatkan mahasiswa, LSM dalam pembangunan supaya rakyat sudah merasa terwakili. Wakil rakyat (DPR) kita beri mereka tunjangan komunikasi (RAPELAN) supaya mereka bungkam dan pasti akan seperti anjing menjilat pantatku karena aku yang memberi mereka makan.

Seberapa lamakah kita terima sistem negara seperti ini, pemerintah dengan slogan orang bijak taat pajak adalah pembodohan belaka tanpa ada timbal baliknya karena rakyat tidak dapat subsidi yang layak. Bencana alam yang terjadi adalah dampak dari sistem ecodevelopmentalism yang diterapkan oleh pemerintah sejak kediktatoran orde baru dimana alam diexploitasi hanya untuk pembangunan semata tanpa menjaga kelestariannya. Belum lagi kalau kita bicara tentang ekosistem yang sudah parah, jangankan itu hutan lindung yang seharusnya dijaga ekosistemnya malah menjadi lahan pertambangan contohnya Newmont Nusa Tenggara yang berlokasi di Kabupaten Sumbawa Barat, NTB, sebuah perusahaan raksasa dari negeri kapitalis Amerika adalah perusahaan tambang terkemuka di Indonesia. Memperoleh konsesi kontrak karya seluas 1.127.134 hektar dengan hasil produksi 948,635 triliun per tahun. PT Freefort Indonesia yang berlokasi di Papua dengan luas 2.102.950 hektar (catatan jaringan advokasi tambang)
Sudah bijaksanakah kita? ketika bencana kita anggap sebuah takdir yang sudah dirancang sedemikian rupa oleh sang pencipta? Sedikit tidak marilah respect sejenak melihat praktek-praktek pembangunan yang dijalankan pada masa penjajahan orde baru. Tahun 1967 mengeluarkan UU PMA (Undang-Undang Penanaman Modal Asing) tecatat modal asing yang masuk 953,7 juta US $. Dilegitimasi lebih kuat lagi oleh Undang-Undang No 11 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan dan peraturan pelaksanaannya. Konsep dan praktek ini juga mengakibatkan 2,5 juta hektar mengalami kerusakan pertahunnya. Pembalakan hutan dimana-mana tanpa ada kompensasi bagi hutan itu sendiri.

Penguasa benar-benar menampilkan watak sebagai agen kapitalis internasional tanpa mempedulikan masa depan rakyatnya dan sama sekali tidak mesmperdulikan kondisi lingkungan hidup yang tengah mengalami kehancuran. Hal ini terlihat dari bagaimana para penguasa negeri mengeluarkan ijin pertambangan dan yang lebih parah lagi sebagian besar ijin tersebut beroprasi di kawasan hutan lindung. Padahal jika dihitung kontribusi sektor pertambangan terhadap perekonomian negara sangatlah rendah. Nilai yang tidak sebanding dengan bencana yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan, hutan, krisis air, dan pelangaran HAM yang ditimbulkan akibat keberadaan pertambangan.

Karena inilah yang merupakan landasan terjadinya bencana dimana-mana.
Begitu banyak persoalan yang harus kita analisa dari segi Historis negeri ini, kenapa bencana alam datang bagaikan arisan, Aceh, Jogja, Jakarta, Papua, Kalimantan, hampir setiap daerah negeri ini. Korban harta benda dan jutaan nyawa hilang entah kemana. Belum puaskah mereka yang mengexploitasi hutan, pembalakan, pembakaran hutan, melihat kondisi seperti ini. Mereka yang selalu tertawa dengan style perut buncit, jas, dasi dengan rapinya sebuah style yang dicintai oleh rakyat. Tapi cinta rakyat dibalas dengan penindasan. Mereka yang mengambil kebijakan, menjual hutan, BUMN di privatisasi, kekayaan alam dijual ke negara-negara imperialis. Pantaskah negara yang punya kekayaan alam yang melimpah ruah rakyatnya kelaparan, makan nasi aking, busung lapar, gizi buruk???

By : Anggota Mapala Arga Tirta UPY



Salam ekologia!!!
Mari bersama serukan gerakan lingkungan!!!!!!
Hutan untuk kesejahteraan rakyat!!!

»»  READMORE...

BUMIKU YANG RENTA…. .

Bagai seorang gadis yang direnggut paksa kehormatannya…..

Begitulah yang dialami oleh bumi kita ini. Rimba yang dulu begitu perkasa kini tak ada lagi ceritanya. Semua musnah, hanya gelondongan – gelondongan kayu yang terlihat di pabrik – pabrik kayu lapis dan disepanjang jalan.

Bumi yang saat ini kita huni semakin lama semakin renta, bukan semakin muda. Namun sayang, raung bunyi bolduser masih berdengung kencang ditelinga kita. Tanpa kita sadari semua telah tumbang. Anak cucu kita hanya akan menikmati kegersangan alam yang semakin lama semakin meluas.


Kawan…semua ini bukan milik kita, namun mengapa kita begitu serakah??? Illegal logging, pembalakan liar, pembakaran hutan, privatisasi air dan proyek – proyek busuk yang semakin menumbangkan rimba kita. Semua itu dilakukan hanya semata – mata untuk kekayaan pribadi, tanpa kita pikirkan apa yang akan kita berikan pada anak cucu kita….
Bencana mulai menjamah bahkan menggerogoti alam kita, namun apa yang terdengar…??? “ini semua adalah takdir…”. Bhullshit…semua ini takkan terjadi, seandainya manusia yang berpijak di atas bumi ini sadar akan pentingnya alam. Alam ada untuk kita jaga dan kita lestarikan, bukan untuk di eksploitasi….!!!!

Biarkanlah bumi ini bernafas dengan paru – parunya, dan biarkanlah kerak bumi ini utuh. Semakin renta usia bumi ini, semakin berat beban yang harus ia pikul….

Kawan….mari kita bergandeng tangan, lestarikan alam kita. Jangan biarkan alam ini semakin sekarat……

by. Anggota Mapala Arga Tirta UPY


Stop eksploitasi hutan…….!!!!
Viva ekologia…!!!

»»  READMORE...

NETRALITAS BIROKRASI .


Birokrasi pemerintah merupakan suatu kekuatan yang besar sekali, sebab kegiatannya menyentuh setiap kehidupan manusia. Baik suka atau tidak suka manusia tidak bisa lepas dari kegiatan birokrasi pemerintah. Kebijakan yang dibuat (dijalankan) oleh birokrasi sangat berpengaruh terhadap sendi-sendi kehidupan manusia. Suka atau tidak suka, manusia yang hidup dalam suatu negara tertentu harus mau menerima suatu kebijakan yang telah di buat oleh birokrasi.

Birokrasi pemerintah merupakan garis terdepan yang berhubungan dengan pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Oleh karena itu, birokrasi pemerintah harus bersikap netral baik dari sisi politik yaitu bukan merupakan bagian dari kekuatan politik tertentu (partai politik) maupun dari sisi administratif. Sebab apabila birokrasi menjadi bagian dari kekuatan politik tertentu maka akan menjadi tidak netral yaitu memihak kepada kekuatan/aliran politik tersebut. Padahal dalam memberikan pelayanan umum, birokrasi pemerintah diharapkan tidak akan memihak kepada kelompok tertentu, dengan tujuan agar pelayanan umum yang dilakukan oleh pemerintah bisa diberikan pada seluruh masyarakat, tanpa membedakan aliran atau partai politik yang diikuti oleh anggota masyarakat tersebut.

Dalam memberikan pelayanan umum, birokrasi pemerintah dituntut lebih efektif dan efisien. Namun, akibat tugas yang berat dan sangat luas, maka birokrasi pemerintah terkesan lambat. Untuk itu atas pertimbangan kecepatan dan kelancaran dalam pelayanan, maka perlu untuk “mewirausahakan” birokrasi. Disinilah netralitas birokrasi sangat diperlukan.

Birokrasi sebagaimana telah disinggung diatas, merupakan suatu bentuk organisasi perspektif struktural dalam paradigma efisiensi. Dalam pengertian yang sederhana, James D. Mooney mendifinisikan organisasi sebagai bentuk perserikatan manusia untuk pencapaian tujuan bersama (dalam Sutarto, 1995 : 23). Dengan demikian birokrasi dapat dipandang sebagai bentuk pengorganisasian kerjasama manusia secara efisien dengan sepenuhnya menerapkan berbagai asas organisasi dalam rangka mencapai tujuan bersama secara efektif. Selain itu birokrasi juga merupakan tipe dari organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinir secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang (Achmat Batinggi, 1999: 5.3) Max Weber, Frederick Taylor dan Henry Fayol percaya bahwa organisasi paling efisien dan efektif mempunyai struktur hirarkis berdasar pada otoritas formal dan legal (dalam Stoner, 1982 : 353). Organisasi demikian biasa diasosiasikan dengan konsep birokrasi rumusan Max Weber.

Weber membangun konsep birokrasi berdasar teori sistem kewarganegaraan yang dikembangkannya. Ada tiga jenis kewenangan yang berbeda. Kewenangan tradisional (traditional authority) mendasarkan legitimasi kewenangan pada tradisi yang diwariskan antar generasi. Kewenangan kharismatik (charismatic authority) mempunyai legitimasi kewenangan dari kualitas pribadi dan yang tinggi dan bersifat supranatural. Dan, kewenangan legal-rasional (legal-rational authority) mempunyai legitimasi kewenangan yang bersumber pada peraturan perundang-undangan. Dalam analisis Weber, organisasi “tipe ideal” yang dapat menjamin efisiensi yang tinggi harus mendasarkan pada otoritas legal-rasional.

Karakteristik birokrasi tipe ideal sebagaimana dimaksud Weber di atas adalah meliputi :
1.Adanya pembagian kerja yang jelas;
2 Adanya hierarki jabatan;
3.Adanya pengaturan sistem yang konsisten;
4.Prinsip formalistic impersonality;
5.Penempatan berdasarkan karier; dan
6.Prinsip rasionalitas (Max Weber dalam Batinggi, 1999).

Menurut perkembangan awal dari konsepsi birokrasi ini, kenetralan birokrasi itu sudah ramai dibicarakan oleh para pakar. Konsep netralitas birokrasi sangat erat dengan perkembangan analisis sosial dan politik hampir dua abad yang lalu. Konsep itu terpusat pada analisis dan buah pikiran para pemikir klasik seperti Karl Mark, Max Weber, Jhon Stuart Mill, Gaestano Mosca dan Rober Michels. (Fischer & Sirriani; 1984)

Misalnya, polemik antara Karl Marx dan Hegel yang menyoroti tentang konsep kenetralan birokrasi. Marx memulai mengelaborasi konsep birokrasi dengan menganalisis dan mengkritik falsafah Hegel mengenai negara. Analisis Hegelian menggambarkan bahwa administrasi negara atau birokrasi sebagai suatu jembatan antara negara dengan masyarakat rakyatnya (the civil Society). Masyarakat rakyat ini terdiri atas para profesional dan pengusaha yang mewakili dari berbagai kepentingan khusus, sedangkan negara mewakili kepentingan-kepentingan umum. Di antara kedua hal ini, birokrasi pemerintah merupakan perantara (medium) yang memungkinkan pesan-pesan dari kepentingan khusus tersebut tersalurkan ke kepentingan umum. Tiga susunan ini (negara, birokrasi dan masyarakat rakyat) diterima oleh Marx, akan tetapi diubah isinya. Birokrasi Hegel meletakkan pengertiannya dengan melawankan antara kepentingan khusus dan umum, maka Marx mengkritiknya bahwa meletakkan posisi birokrasi semacam itu tidak mempunyai arti apa-apa. Menurut Marx negara itu tidak mewakili kepentingan umum akan tetapi mewakili kepentingan khusus dari kelas dominan. Dari perspektif ini maka birokrasi itu sebenarnya merupakan perwujudan kelompok sosial yang amat khusus. Lebih tepatnya birokrasi itu menurut Marx merupakan suatu instrumen di mana kelas dominan melaksanakan dominasinya atas kelas sosial lainnya. Dalam hal ini, jelas masa depan dan kepentingan birokrasi menurut konsepsi Marx pada tingkat tertentu menjalin hubungan sangat intim dengan kelas yang dominan dalam suatu negara (Achmat-Batinggi, 1999). Dari polemik antara Karl Marx dan Hegel inilah netralisasi birokrasi sudah ramai dibahas.

Dari polemik pendapat antara Hegel dan Marx ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Hegel menghendaki kenetralan birokrasi. Sedangkan Marx yang terkenal dengan teori kelasnya itu menyatakan dengan tegas bahwa birokrasi itu tidak netral dan harus memihak, yakni memihak pada kelas yang dominan (Achmat-Batinggi, 1999).

Pada konteks yang lain, yang tidak berbau Marxis, Woodrow Wilson (Achmat-Batinggi, 1999) juga menyoroti tentang kenetralan birokrasi . Birokrasi pemerintah menurut Wilson berfungsi melaksanakan kebijakan politik, sehingga birokrasi itu harus berada di luar kajian politik.

Konsep dasar Wilson ini kemudian diikuti oleh sarjana politik Frank Goodnow (1900) yang menyatakan bahwa ada dua fungsi pokok pemerintah yang amat berbeda satu sama lainnya yaitu fungsi pokok politik dan administrasi. Fungsi politik berarti pemerintah membuat dan merumuskan kebijakan-kebijakan, sementara fungsi administrasi berarti pemerintah tinggal melaksanakan kebijakan tersebut (Achmat-Batinggi, 1999).

Dalam perspektif lainnya, netralisasi birokrasi dikemukakan oleh Francis Rourke (1984). Dia mengatakan walaupun birokrasi pada mulanya hanya berfungsi untuk melaksanakan kebijakan politik, akan tetapi birokrasi bisa berperan membuat kebijakan politik. Menurut Rourke, netralisasi birokrasi dari politik adalah hampir tidak mungkin, sebab jika partai politik tidak mampu memberikan alternatif program pengembangan dan mobilisasi dukungan, maka birokrasi akan melaksanakan tugas-tugas itu sendiri dan mencari dukungan politik di luar partai politik yang bisa membantunya dalam merumuskan kebijakan politik. Dukungan politik itu, menurut Rourke dapat diperoleh melalui tiga konsentrasi yakni pada masyarakat luar, pada legislatif dan pada diri birokrasi sendiri (executive branch). Masyarakat luar itu berupa kalangan pers, pengusaha dan mahasiswa. Legislatif dari kalangan DPR, dan birokrasi sendiri, misalnya dari kalangan perguruan tinggi (Achmat-Batinggi,1999).Sedangkan menurut Nicholas Henry (1980), birokrasi mempunyai kekuasan (power). Kekuasaan itu adalah kekuasaan untuk tetap tinggal hidup selamanya (staying power) dan kekuasaan untuk membuat keputusan (policy-making power).

Sekitar abad ke 20, konsep netralitas organisasi birokrasi menjadi sangat penting dalam kehidupan sosial politik modern. Para penulis di tahun 30-an mulai lantang berbicara tentang managerial revolution dan konsep baru tentang birokrasi dunia (bureaucratization of the world). Berbarengan dengan itu mereka juga ingin tahu sampai di mana peranan birokrasi dalam perubahan-perubahan besar dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik pada zaman yang semakin maju ini. (Miftah Thoha ;1993)

Dari berbagai pandangan di muka, dapat disimpulkan bahwa belum ada kesepakatan yang pasti tentang netralitas birokrasi, apakah berdiri sebagai profesional ataukah ia harus memihak partai/pihak tertentu yang sedang berkuasa.
Untuk mengetahui netralitas birokrasi pemerintahan kita, dapat ditelusuri sejarah perkembangannya (Achmat-Batinggi, 1999) di bawah ini:

Pada masa kemerdekaan, yaitu tepatnya tahun 1945-1950. Sikap birokrasi pemerintah kita masih netral. Semangat perjuangan masih mewarnai birokrasi kita. Semangat nasional untuk membela dan mempertahankan negara proklamasi masih melekat kuat pada putra-putri bangsa. Pada awal tahun-tahun kemerdekaan ada semacam kesepakatan pendapat dari putra-putra bangsa, bahwa birokrasi merupakan sarana politik yang baik untuk mempersatukan bangsa. Anggapan ini beralasan karena hanya birokrasilah satu-satunya sarana yang menjangkau rakyat sampai ke desa-desa.

Periode tahun 1950-1959. Pada masa ini, semua partai politik berkeinginan menguasai kementerian pemerintah.

Kehidupan birokrasi sangat diwarnai dan dipengaruhi oleh patronikasi. Rekrutmen pegawai berbau Jacksonisme, surat wasiat (katabelece) mempengaruhi penentuan terhadap siapa yang akan diangkat dalam jabatan birokrasi, sehingga kehidupan birokrasi pemerintah sudah mulai tidak netral. Walaupun birokrasi pemerintah sudah mulai tidak netral, ada satu hal yang masih dirasakan menguntungkan. Di antara partai-partai politik yang saling bersaing untuk menguasai kementerian pemerintah itu, mereka semuanya menginginkan adanya pemerintah yang demokratis.

Pada periode ini pemilu untuk pertama kali diselenggarakan setelah merdeka. Partai politik berpaling kepada aparat birokrat, karena menurut jumlahnya merupakan potensi pendukung untuk memenangkan partai dalam pemilu. Pada waktu itu maka timbullah kelompok-kelompok pegawai negeri yang berafiliasi dengan partai politik.

Masa antara tahun 1960-1965. Pada periode ini, birokrasi semakin jelas diincar oleh aliran politik. Keinginan tiga aliran politik untuk menguasai birokrasi pemerintah semakin mengkristal. Di bawah label Demokrasi Terpimpin, tiga aliran politik (Nasional, agama dan komunis/Nasakom) membangun akses ke birokrasi pemerintah. Keadaan sistem politik yang primordial membawa pengaruh kuat terhadap birokrasi, sehingga ciri birokrasi saat itu adalah sangat birokratis, primordial dan patronikasi yang sangat kental. Tiga aliran politik (Nasakom) berambisi mempergunakan jabatan-jabatan birokrasi pemerintah sebagai building block untuk membangun organisasinya.

Kemudian perbedaan yang mencolok dari sikap birokrasi pemerintah kita pada masa orde lama dengan masa orde Baru adalah: pada masa orde lama, keinginan tiga aliran politik (NASAKOM) untuk menguasai kekuasaan politik semakin mengkristal. Di bawah label Demokrasi Terpimpin, tiga aliran politik membangun akses ke birokrasi pemerintah. Pada masa ini birokrasi pemerintah digunakan untuk menyokong kekuasaan aliran politik yang ada yaitu NASAKOM.

Sedangkan pada masa Orde Baru – 1998 yang lalu, birokrasi kita menjadi “alat” kekuatan sosial dan politik yang dominan yaitu Golkar. Kemenangan Golkar pada empat kali pemilu, salah satu faktor yang menentukan kemenangan itu adalah peranan birokrasi kita. Birokrasi kita ikut memilih dalam pemilu, dan tidak ada alternatif lain yang dipilih kecuali Golkar.

Jadi secara singkat letak perbedaan masa orde lama dan orde baru terhadap birokrasi kita adalah pada orde lama, tiga aliran politik sama-sama mempunyai akses ke birokrasi. Sedangkan pada periode orde Baru, birokrasi “diwajibkan” memihak ke Golkar.

Pada masa reformasi, Kedudukan birokrasi atau sikap birokrasi pemerintah masih penuh tanda tanya. Karena pada masa reformasi ini telah muncul kembali multi partai, sehingga: (1) tidak ada kekuatan politik yang dominan, (2) kepada siapa ia harus memihak, (3) Golkar masih cukup kuat

Sifat masyarakat negara-negara sedang berkembang merupakan pangkal ketidaknetralan birokrasi. Pada umumnya masyarakat di negara-negara tersebut adalah masyarakat transisi, yakni antara msyarakat yang mempunyai karakteristik tradisional sekaligus modern. Masyarakat demikian biasa dikenal dengan prismatic society (masyarakat prismatik). Menurut Fred W. Riggs, masyarakat prismatik mempunyai tiga ciri utama.
1. Heteroginitas yakni perbedaan dan percampuran yang nyata antara sifat-sifat tradisional dan modern;
2. Formalisme menggambarkan adanya ketidaksesuaian dalam kadar yang cukup tinggi antara berbagai hal yang telah ditetapkan secara formal dengan praktek atau tindakan nyata di lapangan. Ketidaksesuaian antara norma-norma formal dengan realita;
3. Overlapping merupakan gambaran kelaziman adanya tindakan antara berbagai struktur formal yang dideferensiasikan dan dispesialisasikan dengan berbagai struktur informal yang belum dideferensiasikan dan dispesialisasikan.

Model administrasi negara di dalam masyarakat negara sedang berkembang yang berciri prismatik adalah “model sala”. Karakteristik heterogenitas, formalisme dan overlapping mewujud dalam model “sala”. Dalam birokrasi sala demikian birokrasi modern rasional ala Weber berlangsung sama dengan “birokrasi tradisional”. Ada struktur formal, tetapi fungsi-fungsi administratif dilaksanakan berdasarkan hubungan-hubungan kekeluargaan ini menimbulkan berbagai kelompok yang disebut prulal community dan solidaritas diantara anggota kelompok. Norma-norma formal yang didesain sebagai hukum dan pedoman perilaku dapat dikalahkan oleh norma-norma yang mengikat hubungan kekeluargaan dalam kelompok-kelompok tersebut. Keadaan ini menggiring ke arah penyatuan antara kepentingan birokrasi (negara) dengan kepentingan pribadi. Akhirnya timbul berbagai ketidakadilan pelayanan dan penyalahgunaan kekuasaan.

Selain itu berbagai nilai modern dirumuskan seperti pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat; PNS adalah abdi masyarakat; pemerintah harus bertindak sesuai hukum; namun tidak pernah ditemui dalam praktek (dalam S. Pamudji, tt : 57-63). Birokrasi model “sala” ini mempunyai kemiripan dengan birokrasi patrimonial dari Weber.

Menurut Weber, birokrasi patrimonial ini memiliki karakteristik berikut :
1). Rekruitmen pejabat berdasar kriteria pribadi dan politik.
2). Jabatan merupakan sumber kekayaan dan keuntungan.
3). Pejabat mengontrol fungsi politik dan administrasi.
4). Setiap tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi dan politik.

Kondisi patrimonialistik itu memunculkan perilaku aparat birokrasi yang menghamba pada kekuasaan (dalam Denny B.C. Hariandja, 1999 : 56). Dengan demikian birokrasi tidak memerlukan pengawasan, karena hanya akan menganggu dan mendeskralisasi kekuasaan. Berdasar alasan demikian tidak aneh bila birokrasi lebih mementingkan pelayanan kepada penguasa daripada masyarakat. Karena penguasa dipandang dapat memberikan dan melanggengkan kekuasaan pejabat birokrasi, sementara hal itu tidak dapat diberikan oleh masyarakat. Dalam kerangka demikian dapat dipahami mengapa di masa lalu birokrasi Indonesi mati-matian membela GOLKAR, seorang kepala desa rela keluar uang jutaan rupiah untuk memenangkan GOLKAR di desanya, dan mengapa Pemerintah Kota Yogyakarta enggan menutup diskotik yang melanggar aturan.

Dalam masyarakat prismatik, birokrasi model sala atau patrimonial, pola-pola hubungan yang ada cenderung menciptakan patronase. Birokrasi yang memiliki kekuasaan berperan sebagai patron dan kelompok-kelompok ekonomi yang menguasai sumber dana menjadi client. Adanya pertukaran kedua sumber daya itu, hubungan ini membawa keuntungan bagi kedua pihak. Implikasi pola hubungan ini adalah birokrasi cenderung menafikan pihak-pihak yang tidak menguasai sumber daya apapun. Sehingga tidak aneh bila birokrasi negara berkembang umumnya dan birokrasi Indonesia khususnya kurang memperhatikan keadilan dan pelayanan kepada masyarakat umum.

Dalam suasana birokrasi patrimonial itu cenderung mempertahankan status quo menolak segala perubahan. Harmoni merupakan hal yang sangat diutamakan. Oleh sebab itu kritik dan pengawasan sejauh mungkin dihindarkan sebab dianggap merupakan hal yang dapat mengganggu keharmonisan tersebut. Kecuali itu penguasa identik dengan kebenaran sehingga masyarakat hanya harus menurut. Di pihak lain masyarakat secara budaya umumnya merasa tidak perlu mengawasi birokrasi.

Fungsi birokrasi pada umumnya adalah mengimplementasikan kebijakan publik. Untuk itu birokrasi mempunyai kelengkapan legitimasi kekuasaan. Sebagaimana dijelaskan Weber bahwa pejabat birokrasi mempersyaratkan kekuasaan legal-rasional yang legitimasinya bersumber pada peraturan perundang-undangan. Dengan kondisi tersebut sangat mungkin terjadi akumulasi kekuasaan di tangan birokrasi. Di satu sisi ia memiliki pengetahuan khusus yang esensial bagi administrasi dalam dunia modern yakni ekonomi dan hukum.

Pada sisi lain, berkaitan dengan tugasnya, ia memperoleh banyak informasi kongkrit, yang sebagian besar secara artifisial dibatasi oleh gagasan-gagasan kerahasiaan dan kemampuan (dalam Albrow, 1996 : 35). Dalam masyarakat sedang berkembang yang sedang gandrung membangun, administrasi pembangunan ada ditangan birokrasi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa peran birokrasi menjadi sangat besar dalam masyarakat yang sedang membangun. Besarnya kekuasaan birokrasi Indonesia di masa Orde Baru, ditandai berbagai label yang diberikan para pemerhati Indonesia dari luar negeri, yakni Bureaucratic Policy (Karl D. Jackson, 1987), Bureaucratic State (Emmerson, 1983), Bureaucaratic Authoritarian (Dwight Y. King, 1983) (dalam Afan Gaffar, 2000 : 235).

Besarnya kekuasaan birokrasi mendorong birokrasi terus-menerus meningkatkan kemampuan dan keahliannya. Dalam proses yang terus berlangsung dalam waktu yang lama kemampuan birokrasi terus meningkat, jauh melebihi lembaga-lembaga politik. Dengan posisi yang kuat ini birokrasi negara berkembang semakin mampu menciptakan berbagai mekanisme yang cenderung memperkuat posisi dan kekuasaan. Bersama dengan itu melemahkan posisi lembaga politik yang ada. Keadaan tersebut didukung dengan kenyataan pengelolaan kebijakan publik di negara-negara berkembang.

Sebagaimana diungkapkan oleh Amir Santoso, di negara-negara sedang berkembang umumnya kebijakan bersifat merombak dan ambisius karena kebijakan itu dimaksudkan untuk perubahan sosial. Perumusan kebijakan itu tidak dilakukan oleh parlemen melainkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan lemahnya kemampuan parlemen, atau partai politik tidak dapat berfungsi sebagai alat artikulasi kepentingan tetapi lebih sebagai alat bagi elit untuk menguasai massa. Selain itu kelompok kepentingan tidak efektif dalam penyaluran tuntutan massa. Di negara-negara berkembang itu kebijakan publik jarang merupakan hasil tuntutan massa atau hasil tekanan partai politik atau kelompok kepentingan. Kebijakan itu sering ditentukan sendiri oleh pemerintah tanpa konsultasi dengan parlemen atau masyarakat. Hal itu diperkuat dengan kenyataan bahwa rezim di negara-negara berkembang bersikap anti partai dan menganggap partisipasi dalam perumusan kebijakan sebagai tidak sah dan tidak efisien (dalam Alfian dan Nazaruddin Sjamsuddin, 1986 : 411). Dalam konteks demikian birokrasi bersifat sangat otonom dalam arti terbebas dari pengaruh kelas sosial. Untuk memahami birokrasi otonom dapat dipahami dengan konsep negara “pasca-kolonial”.

Menurut Hamza Alavi di negara-negara “pasca-kolonial” birokrasi terbebas dari tekanan penguasa kolonial dan hanya berhadapan dengan masyarakat yang relatif terbelakang sehingga mempunyai kedudukan dan kekuasaan yang besar. Birokrasi bersifat “over developed” dan tidak ada kelas sosial yang hegemonik. Kecuali itu seiring dengan proses pembangunan, birokrasi berperan dalam melaksanakan fungsi administrasi, arbritasi dan regulasi, fungsi kontrol finansial, moneter dan fiskal, bahkan pada sektor-sektor tertentu melaksanakan tindakan langsung. Pada satu sisi birokrasi mendominasi penetapan kebijaksanaan publik, pada sisi yang lain rakyat teralinasi. Basis kekuasaan birokrasi cenderung semakin besar. Peran birokrasi lebih untuk tujuan pendisiplinan dan pengendalian rakyat untuk pencapaian tujuan-tujuan yang menguntungkan sistem kapitalisme dari pada sekedar fungsi pengorganisasian dan pengkoordinasian (Mohtar Mas`oed, 1999 : 70-77).

Semakin besarnya kekuasaan birokrasi ternyata dibarengi dengan semakin melemahnya masyarakat. Sehingga masyarakat negara-negara sedang berkembang umumnya, dan masyarakat Indonesia khususnya, tidak mempunyai kekuatan untuk melakukan pengawasan dan kontrol terhadap birokrasi. Keadaan ini dapat dipahami dengan kerangka konsep Otoriterisme Birokratik dan Korporatisme Negara.

Sebagai suatu rezim Otoriterisme Birokratik menurut Guillermo O`Donnel, memiliki sifat-sifat berikut:
1. Pemerintah dipegang oleh militer, tidak sebagai diktaktor pribadi, melainkan sebagai suatu lembaga, berkolaborasi dengan teknokrat sipil.
2. Didukung oleh enterpreneur oligopolistik, yang bersama negara berkolaborasi dengan masyarakat bisnis internasional.
3. Pengambilan keputusan dalam rezim otoriterisme-birokratis bersifat birokratik-teknokratik, sebagai lawan pendekatan politik dalam pembuatan kebijaksanaan yang memerlukan suatu proses tawar-menawar yang lama diantara berbagai kelompok kepentingan.
4. Massa didemobilisasikan.
5. Untuk mengendalikan oposisi, pemerintah melakukan tindakan-tindakan represif (dalam Mohtar Mas`oed, 1989 : 10).

Sedangkan korporatisme negara, didefinisikan sebagai suatu sistem perwakilan kepentingan dimana unit-unit yang membentuknya diatur dalam organisasi-organisasi yang jumlahnya terbatas dan bersifat tunggal, mewajibkan keanggotaan , tidak saling bersaing, diatur secara hirearkis dan dibedakan secara fungsional; dan diakui atau diberi izin (jika tidak diciptakan) oleh negara dan diberi hak monopoli untuk mewakili kepentingan dalam bidang masing-masing sebagai imbalan atas kesediaan mematuhi pengendalian-pengendalian tertentu dalam pemilihan pimpinan mereka dan dalam artikulasi tuntunan dan dukungan mereka, dengan tujuan menindas konflik kelas dan kelompok kepentingan serta menciptakan keselarasan, kesetiakawanan dan kerjasama dalam hubungan antara negara dan masyarakat (dalam Mohtar Mas`oed, 1989 : 13). Sistem perwakilan kepentingan di Indonesia konstituennya memiliki ciri-ciri tersebut. Karakteristik pemerintahan Orde Baru menyerupai sifat-sifat otorisme-birokratik dan korporatisme-negara (Afan Gaffar 2000 : 36-41).

Tinjauan dari sisi lain menggunakan perspektif teori ketergantungan. Sejak Orde Baru pembangunan ekonomi dan stabilitas politik menjadi agenda penting pemerintah. Kedua hal itu menuntut peran penting pemerintah baik dari segi kekuasaan maupun implementasi program-program pembangunan. Untuk hal kedua digunakan pendekatan teknokratis dan birokrasi yang kuat lagi tanggap terhadap pimpinan eksekutif. Dalam pelaksnaan pembangunan pemerintah Indonesia mengambil strategi lebih `berorientasi keluar` dengan mengandalkan bantuan modal asing daripada `berorientasi kedalam` dengan memperkuat wiraswastawan pribumi. Strategi ini berhasil mendorong laju pertumbuhan ekonomi secara cepat, tetapi berimplikasi kemiskinan banyak orang serta ketergantungan bagi semua (Sritua Arif dan Adi Sasono, 1984 : 93).

Presiden Bank Dunia, Robert McNamara pernah menyatakan bahwa persoalan yang muncul di negara-negara yang sedang membangun bukan hanya masalah laju pertumbuhan tetapi dampaknya di bidang sosial begitu timpang dan jumlah manusia yang terlupakan begitu besar (dalam Huntington dan Joan Nelson, 1994 : 2).

Dengan basis dana dari luar negeri, birokrasi secara moral merasa lebih bertanggung jawab kepada pemberi dana yakni pihak luar negeri daripada kepada masyarakat. Dengan demikian berbagai kebijakan sangat dipengaruhi oleh pihak luar negeri sebagai pihak pemberi dana. Untuk menanggapi hal itu pendekatan-pendekatan sentralistik, teknokratik dan birokratik tidak dapat dihindarkan. Dengan demikian nuansa sentralisasi–yang berarti kuatnya peran birokrasi—menjadi sangat jelas dalam proses-proses pembuatan keputusan dan administrasi pembangunan.

Kenyataan besarnya kekuasaan birokrasi itu meminimalkan kebutuhan birokrasi menerima masukan dari lembaga lain dan masyarakat. Demikian pula mereka tidak merasa perlu mempertanggung-jawabkan kepada publik. Hal itu diperkuat dengan fakta bahwa kebanyakan dana pembangunan di negara-negara berkembang bukan berasal dari masyarakatnya secara langsung melainkan berasal dari berbagai lembaga keuangan internasional berupa dana bantuan luar negeri. Dengan kuatnya peran birokrasi–yang didominasi perwira militer dan teknokrat sipil ditambah pengusaha-klien–yang berarti lemahnya masyarakat sipil dan lembaga-lembaga politik yang dikembangkan secara hakiki tetap tidak efektif.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kekuasaan birokrasi yang begitu besar berkaitan dengan melimpahnya sumber daya yang dikuasai, dengan model otoriterisme birokratis dan korporatisme negara, kemampuan masyarakat dilemahkan sehingga tidak berdaya di hadapan birokrasi yang justru semakin kokoh dan berkuasa. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa mengapa birokrasi selalu berorientasi kepada kekuasaan yang lebih tingg–dari tiga kasus di atas–tidak lain karena birokrasi menguasai sumber daya yang begitu besar. Semakin besar kekuasaan semakin besar sumber daya yang dikuasai, dan birokrasi tingkat bawah berkepentingan dengan sumber daya yang dikuasai birokrasi tingkat atas. Kecuali itu, dengan model otoriterisme birokratis dan korporatisme negara, potensi kontrol dalam masyarakat diminimalkan.
Melihat perjalanan sejarah birokrasi di Indonesia yang seperti di atas tadi, maka sulit kiranya (bila birokrasi tidak benar-benar netral) mewujudkan proses kontrol yang efektif terhadap birokrasi, menciptakan proses check and balance dalam mekanisme politik. Sebab dengan model; birokrasi = kekuatan politik tertentu/dominan dan sebaliknya, birokrasi akan bebas meniadakan fungsi kontrol terhadap hak-hak politik warga negara; sebagai contoh (era orde baru) lembaga LITSUS paling efektif untuk mengebiri hak-hak politik warga negara dengan menggunakan justifikasi politis yaitu “stabilitas politik” dan alasan ini adalah paling tepat dan mudah digunakan karena sejauh itulah yang dipercaya sebagai faktor yang mendukung keberhasilan pembangunan Indonesia selama kurun waktu 30 tahun terakhir ini.
Namun memihaknya birokrasi pemerintah kepada kekuatan politik atau pada golongan yang dominan membuat birokrasi tidak steril. (Miftah Toha; 1993) Banyak virus yang terus menggrogotinya seperti ; pelayanan yang memihak, jauh dari obyektifitas, terlalu birokratis (bertele-tele) dan sebagainya, akibatnya merteka merasa lebih kuat sendiri, kebal dari pengawasan dan kritik.

Uraian-uraian di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa netralitas birokrasi akan selalu terkait dengan politik dan kekuatan politik; dalam hal ini politik diartikan sebagai kekuasaan untuk membuat keputusan, sedangkan kekuatan politik adalah semua agresi politik yang berwujud partai politik.
Untuk menghindari axioma politik yang menyatakan bahwa “jika birokrasi lemah, maka kekuatan politik bisa kuat dan sebaliknya, bila kekuatan politik lemah, maka birokrasi akan menjadi kuat”, maka kedua-duanya perlu diberikan peran yang lebih aktif. Artinya kita tidak ingin bersikap terlalu dikotomis dalam melihat antara peran administrasi/ birokrasi dengan peran kekuatan politik. Sebab jika birokrasi hanya diberi tugas untuk melaksanakan kebijakan politik tanpa dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan, dikawatirkan mereka tidak akan mempunyai rasa tanggung jawab dan rasa ikut memiliki segala kebijakan yang diembankan kepadanya untuk diimplementasikan. Karenanya kadang muncul perilaku birokrat yang birokratis, menghambat, sabotage, frustasi, inefisiensi dan sebagainya.
Oleh karenanya, birokrasi pemerintah perlu dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan agar muncul perasaan tanggung jawab dan sekaligus mempunyai akuntabilitas dan responsibilitas serta bisa meneguhkan posisi birokrasi. Untuk menghindari munculnya the authoritarian birokrasi, maka kontrol yang kuat harus benar-benar dilakukan oleh kekuatan sosial dan politik yang ada juga dari lembaga legislatif agar birokrasi pemerintah tidak merasa kebal kritik, merasa tidak pernah salah, arogan dan sebagainya.
Sedang sebagai lembaga pelayanan publik,agar pelayananannya kepada masyarakat dan pengabdiannya kepada pemerintah lebih fungsional, maka birokrasi perlu netral; dalam penegertian mereka tidak memihak kepada atau dari satu kekuatan politik tertentu yang dominan. Selain itu agar peranan birokrasi pemerintah dapat lebih berarti. Sepanjang masih membuka kesempatan dan menghargai kritik dan kontrol, sebaiknya birokrasi pemerintah perlu diberi peran juga dalam keterlibatannya membuat proses kebijakan ataupun keputusan.




»»  READMORE...

KODE ETIK PECINTA ALAM INDONESIA .


1. PECINTA ALAM INDONESIA SADAR BAHWA ALAM BESERTA ISINYA ADALAH CIPTAAN TUHAN YANG MAHA ESA

2. SEBAGAI BAGIAN DARI MASYARAKAT SADAR AKAN TANGGUNGJAWAB KAMI TERHADAP TUHAN, BANGSA DAN TANAH AIR

3. PECINTA ALAM INDONESIA ADALAH SAUDARA SEBAGAI MAKHLUK YANG MENCINTAI ALAM SEBAGAI ANUGERAH DARI TUHAN YANG MAHA ESA
»»  READMORE...

SEJARAH MAPALA ARGA TIRTA UPY

Mahasiswa Pecinta Alam Arga Tirta Universitas PGRI Yogyakarta atau disingkat dengan nama Mapala Arga Tirta UPY adalah sebuah organisasi yang bergerak dibidang kepecintaalaman.

Bermula dari sebuah hobby naik gunung dari beberapa orang mahasiswa yang kemudian pada tanggal 1 Desember tahun 2000 terbentuklah satu unit kegiatan kemahasiswaan di lingkungan kampus Universitas PGRI Yogyakarta yang berbasis lingkungan dengan nama ARGA TIRTA. Arga adalah gunung yang melambangkan kekokohan dan ketegaran dan Tirta adalah air yang merupakan salah satu sumber bagi kehidupan manusia.


Terlepas dari namanya, arga tirta mengusung sebuah nilai gerakan yang notabenenya bergerak di konservasi, yang berdasar pada sebuah ideologi gerakan lingkungan yaitu eko populis yang maknanya adalah alam dijaga kelestariannya dan alam juga untuk kemeslahatan umat manusia.

Dari situ kemudian mapala arga tirta menemukan jati dirinya bahwa apa yang dilakukan oleh organisasi harus berdasar pada ideologi tersebut. hal itu merupakan respon dari sikap organ2 yang menamakan diri sebagai gerakan lingkungan, karena jika kita melihat secara terang - terangan aura gerakan lingkungan sudah habis masanya. ada pertanyaan yang sangat besar yang harus kita jawab bersama yaitu kenapa gerakan lingkungan tidak pernah membesar. hal ini perlu kita diskusikan lebih masif lagi agar kita yang dengan embel - embel sebagai mapala (mahasiswa pecinta alam) tidak kecewa ketika kita dihadapkan pada konflik lingkungan yang ada. padahal isu lingkungan sangat maju sekali tuk kita diskusikan,dan perlu direspon secara serius bila perlu kita majukan sebagai kebetuhan propaganda sehingga terciptanya masyarakat yang sadar akan lingkungan bahwasanya bencana alam yang terjadi bukan semata - mata takdir dari ilahi yang turun begitu saja tapi karena ulah manusia terutama para pemilik modal (kapitalis) yang dengan surat ijinnya bisa berbuat apapun karena aparatnya juga ikut bermain dan terlibat dalam komplotan hitam,,,,,bangsattttttttt"


TUJUAN DAN FUNGSI MAPALA ARGA TIRTA UPY

Tujuan dan Fungsi berdirinya Mapala Arga Tirta UPY seperti tercantum dalam Anggaran Dasar Mapala Arga Tirta UPY Bab IV tentang Tujuan dan Fungsi adalah sebagai berikut :
Pasal 10 :
Mapala Arga Tirta UPY bertujuan membentuk manusia yang peduli terhadap alam dan lingkungan dengan ikut menjaga kelestarian alam.
Pasal 11 :
Mapala Arga Tirta UPY berfungsi sebagai :
1. Wahana pendidikan berorganisasi dalam hal kepencintaalaman.
2. Wahana pengabdian Mahasiswa UPY terhadap alam.
3. Wahana sosial terhadap Lingkungan.


ASAS MAPALA ARGA TIRTA UPY

Berdasarkan Anggaran Dasar Mapala Arga Tirta UPY Bab III pasal 7 tentang Kedudukan, asas, sifat dan prinsip, mapala Arega tirta berasaskan :
1. Pancasila dan UUD 1945
2. Tri Dharma Perguruan Tinggi
3. Undang – undang Lingkungan Hidup no. 9 tahun 1985


»»  READMORE...

DAFTAR MAPALA JOGJA

1. MPA ELGAMAZI Akademi Gizi Depkes RI Yogyakarta (Jl. Tata Bumi no.3, Gamping Yogyakarta 55293)

2. MAPALA UMY Univ. Muhammadiyah Yogyakarta (Ring Road Selatan Kasihan Bantul Yogyakarta)
3. MAHAPALA UMBY (Jl. Wates KM.10 Yogyakarta 55753Telp: 798212, 798846)
4. KAPAPSIWA Fak. Psikologi UNWAMA (Jl. Wates KM 10 Yogyakarta)
5. KALAPATRA Fak. Teknologi Pertanian UNWAMA
(Jl. Wates KM 10 Yogyakarta)
6. MAHKOTA ALAM Fak. Ekonomi UNWAMA (Jl. Wates KM 10 Yogyakarta)
7. PANISAGA Fak.Pertanian UNWAMA
Jl.Wates Km.10 Yogyakarta
8. ARGATIRTA Univ. PGRI Yogyakarta Jl. IKIP PGRI 117 Yogyakarta
9. DWI HASTA SANGGA BUANA ADVY Jl. Kapt. Tendean Gg. Punto Dewa 7 Yogyakarta Telp: 388680
10. JANAGIRI Univ. JANABADRA YOGYAKARTA Jl. T R. Mataram 57 Yogyakarta 55213Telp: 561039

11. WISMAPALA AMIK WIRA SETYA MULYA Jl. Let. Jend. Suprapto no.33, Ngampilan Yogyakarta Telp: 513323, 512907 (psw. 5)
12. KAPALA INTAN Intitut Pertanian Yogyakarta Jl. Magelang KM 5 Yogyakarta 55284
13. MAPASTIEBB STIEBBANK Jl. Magelang KM 8 no.10C Jombor Yogyakarta 55284
14. MAPALA UPN, UPN Veteran Jl. Ringroad Utara, Condongcatur Yogyakarta 55282
15. WAMADIKA STMIK AKAKOM Jl. Raya Janti, Karang Jambe Yogyakarta 55198
16. MAYAPALA AMIKOM Jl. Ringroad Utara, Condongcatur Yogyakarta 55282
17. GALAKSI 45 Univ. PROKLAMASI 45 Jl. Proklamasi no.1, Babasari Yogyakarta 55281
18. KAPAKATA INSTIPER Pugeran Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta
19. GAPADRI STTNAS Jl. Babarsari Depok Sleman Yogyakarta 55281Telp: 485619, 485390
20. DHARMAPALA API Yogyakarta Jl. Babasari TB XV/15 Yogyakarta 55281Telp: 487230
21. WAKANIPA AMIK Kartika Yani Papringan Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta 55281
22. MAPALA AGNY Akademi Administrasi Notokusumo Blunyah Rejo Karangwaru Yogyakarta, Telp : 517471
23. ARGAWANA PPKP UNY Jl.Kaliurang Km. 4,5 Yogyakarta 55281, Telp: 561337
24. MAPALISTA IST AKPRIND Jl.Kalisahak no.28 Komplek Balapan Yogyakarta Telp: 563029
25. MAPASADHA Univ. Sanata Dharma Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta 55281 Telp:513301, 515352 Psw 437
26. MADAPALA Univ.Ahmad Dahlan Jl.Kapas 9 Semaki Jogja 55166 Telp: 563515
27. MAPALA STTL Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan Jl.Janti Km. 4 Gedong Kuning Yogyakarta 55196
28. MAPALA UNISI Univ.Islam Indonesia Jl.Cik Ditiro No.1 Yogyakarta 55223 Telp: 563207,542141 (psw.15)
29. MADAWIRNA Universitas Negeri Yogyakarta Karang Malang Yogyakarta 55281Telp: 586168(psw.288)
30. MUSHROOM Fakultas Ekonomi UTY Jl.Glagahsari no.63 Yogyakarta
31. THE GREEN PALM Fakultas Sastra dan Budaya UTY Jl.Suroharjo UH II/673 YogyakartaTelp : 379204 32. MAPASTIE STIE YKPN Jl.Seturan Yogyakarta 55281Telp: 486160 psw.4209
33. PRAJAPATHI Akademi Arsitektur YKPN Jl.Gagak Rimang no.1 Yogyakarta 55222
34. BMC Akademi Akuntansi YKPN Jl.Gagak Rimang no.2-4 Yogyakarta 55222
35. MAPEAL AMP YKPN Jl.Palagan Tentara Pelajar Sleman Yogyakarta
36. BANGKEL Universitas Sarjana Wiyata Tamansiswa Jl.Kusumanegara 121 Yogyakarta 55615
37. MAPAPERTA Fak.Pertanian UST Jl.Kusumanegara no.121 Yogyakarta 55615
38. MAPALA JAGAD Fak.Ekonomi UST Jl.Kusumanegara no.121 Yogyakarta 55615
39. MAPALASKA IAIN Sunan Kalijaga Jl.Adisucipto Yogyakarta 55281Telp: 551272
40. TUNAS PATRIA STPMD APMD Jl.Timoho no.317 Yogyakarta 55225Telp: 561971
41. ARWAGA Jur.IESP STIE Kerjasama Jl.Parangtritis KM 3,5 Yogyakarta
42. ARRAVANA Jur.Manajemen STIE Kerjasama Jl.Parangtritis KM 3,5 Yogyakarta
43. GAPPALA Univ.Duta Wacana Jl.Dr.Wahidin no.5-19 Yogyakarta
44. PALAWA Univ.Atmajaya Jl.Mrican Baru no.28 Yogyakarta 55281Telp: 561301
45. CAKRAWALA STIE Widya Wiwaha Jl.Lowanu no.20 Yokyakarta Telp: 377091
46. ANVES AA Widya Wiwaha Jl.Ring Road barat Nogotirto Yogyakarta 55292, Telp: 619977
47. SAMAGRAM ABA YIPK Jl.Ki Ageng Pemanahan Yogyakarta
48. MAPALA AKUBANK AKUBANK Jl.Lowanu Yogyakarta
49. MAPAWIMA Univ.Widya Mataram Dalem Mangkubumen Kraton III/237 Yogyakarta
50. TARPALA Akademi Maritim Yogyakarta Jl.Magelang Yogyakarta
51. SANCAGIRI POLITEKNIK LPP Jl.Urip Sumoharjo no.100 Yogyakarta
52. MAPALA UNISCO Univ. Cokroaminoto Yogyakarta Jl. Perintis Kemerdekaan Gambiran UH YogyakartaTelp: 372274(psw.160)
53. SASENITALA Institut Seni Indonesia Jl.Parangtritis KM 6,5 Bantul Yogyakarta
54. MAPALA IMKI LPK IMKI Jl.Kaliurang KM 3 Yogyakarta 55. KASPALA LPK IMBIA Jl.Gondosuli UH I / 572 YogyakartaTelp: 547960
56. MAPALASBI STIE SBI Jl. Kusumanegara Yogyakarta
57. PALMA YKP STIE YKP Jl.Godean KM 3 Kasihan BantulTelp:560436
58. MAPALA HIJAU Sekolah Bisnis Islam Jl.Abu Bakar Ali No 3a Kotabaru Yogyakarta 55225 Telp: 58970 59. MAPALA STENKO STENKO Yogyakarta Jl.Sukonandi Yogyakarta
60. MAPALA AMPTA AMPTA Yogyakarta Jl. Adisucipto Tempel Catur Tunggal Depok Yogyakarta
61. MAPALA PROACTIVE PROACTIVE Jl.Parangtritis No 44-46 Yogyakarta
62. MAPAGAMA Universitas Gajah Mada Gelanggang Mahasiswa Bulak Sumur Yogyakarta 55281
63. MATALA BIOGAMA Fak. BIOLOGI UGM Jl.Teknika Selatan, Sekip Utara Yogyakarta 55281
64. GEGAMA Fak.Geografi UGM Jl.Barek, Sekip Utara Yogyakarta 55281
65. GEODIPA Jur. Geodesi Fak. Teknik UGM Jl.Grafika II Depok Sleman Yogyakarta 55281Telp:902121 66. MAGMAGAMA Jur. Geologi Fak. Teknik UGM Jl.Grafika II Depok Sleman Yogyakarta 55281Telp: 901380
67. SILVAGAMA Fak. Kehutanan UGM Jl. Argo no.1 Sleman Yogyakarta 55281Telp: 548815
68. PALAPSI Fak. Psikologi UGM Jl.Humaniora Sleman Yogyakarta 55281
69. MATEPA Fak. Non Gelar Teknik UGM Jl.Grafika no.II Sleman Yogyakarta 55281
70. MAJESTIC-55 Fak. Hukum UGM Jl. Sosio Justisia No 1 Sleman Yogyakarta 55281Telp:901284
71. KPALH SETRAJANA Fak. ISIPOL UGM Jl. Sosio Justisia no.1 Sleman Yogyakarta 55281Telp: 563362
72. CARAVAN Fak. Peternakan UGM Jl. Sekip Sleman Yogyakarta 55281
73. MAPADOK Fak. Kedokteran Umum UGM Jl Farmako Sekip Sleman Yogyakarta 55281
74. VETPAGAMA Fak. Kedokteran Hewan UGM Jl.Sekip Sleman Yogyakarta 55281
75. KAPALASASTRA Fak.Ilmu Budaya UGM Jl.Humaniora Sleman Yogyakarta 55281
76. PLANTAGAMA Fak.Pertanian UGM Jl.Sekip SlemanYogyakarta 55281
77. PALMAE Fak.Ekonomi UGM Jl.Humaniora Sleman Yogyakarta 55281
78. PALAFNE Jur.D3 Ekonomi UGM Jl.Prof. Dr. Mr. Drs. Notonegoro, Sleman Yogyakarta 55281Telp: 901440
79. PASAINS Fak.MIPA UGM Jl.Kaliurang KM 4,5 Yogyakarta 55281
80. GITAPALA Fak.Teknologi Pertanian UGM Jl.Sosio Justisia Sleman Yogyakarta 55281Telp: 901312, 901313
81. PHANTAREI Fak.Filsafat UGM Jl.Humaniora Sleman Yogyakarta 55281Telp: 901196
82. PALASIGMA Jur.Teknik Sipil Fak.Teknik UGM Jl.Grafika no.2 Sleman Yogyakarta 55281
83. MAPADENTA Fak.Kedokteran Gigi UGM Jl.Denta Sleman Yogyakarta 55281
84. SATU BUMI Fak.Teknik UGM Jl.Grafika Sleman Yogyakarta 55281Telp: 902196
85. MAPATEKA Jur.Teknik Kimia UGM Jl.Grafika no.2 Sleman Yogyakarta 55281
86. PALASIGMA Jur.Teknik Sipil UGM Jl.Grafika no.2 Sleman Yogyakarta 55281
87. KHATULISTIWA Jur.Teknik Arsitektur UGM Jl.Grafika no.2 Sleman Yogyakarta 55281
88. MAPADIPSI D3 Teknik Sipil UGM Jl.Grafika no.2 Sleman Yogyakarta 55281
89. PALAMEGA Jur.Teknik Mesin UGM Jl.Grafika no.2 Sleman Yogyakarta 55281
90. ELMC Jur.Teknik Elektro UGM Jl.Grafika no.2 Sleman Yogyakarta 55281
91. SURYATELINDOPALA AKATEL Jl.Ring Road Utara Ngemplak Sleman Yogyakarta
92. DHARMAPALA Fakultas Teknologi Informasi UTY Jl. Ring Road Utara Ngemplak Sleman Yogyakarta 93. PALM IJO IMKI Jl. Abu Bakar Ali 20 YogyakartaTelp: 512217
94. MPL BUMI STMIK ELRAHMA Jl.Kolonel Sugiono no.17 YogyakartaTelp: 375550
95. GIRILOKAPAKSI Univ.Kristen Immanuel Jl.Solo Km.2 Yogyakarta
96. RAMAPALA ELRAHMA D1 Jl.Kolonel Sugiono no.17 YogyakartaTelp: 375550
97. KAPALA AMPTA Jl Tempel Catur Tunggal Depok Yogyakarta 55281 Telp: 565115
98. ARCAPADA Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IEU (STIE IEU) Jl. Wolter Monginsidi no.8 Yogyakarta
99. ADRENALIN�5 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kerjasama (STIE Ker) Jl. Mentri Soepeno no. 103 YogyakartaTelp. 375605
100. DEGAMAPALA AMA-AMPJ Jl. Pramuka no. 70 Primagama, Yogyakarta Telp. 415128
101. MAKUPELLA Akademi Teknologi Kulit Jl. Imogiri Km.06, Yogyakarta Telp.383729
102. DIRGAPALA STTKD Jl. Parang Tritis Km.04 Yogyakarta
103. CARABINER Fak.Teknik UNY Karang Malang Yogyakarta 55281Telp.586168 psw. 352
104. TEKSAPALA Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Kampus III Paingan Maguwoharjo Sleman Yogyakarta
105. PANDAWALIMA Fakultas Teknik UST Kalimambu Yogyakarta
106. MEPA UNTAN, Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Jl. Jend. A. Yani Kompleks Fakultas Ekonomi UNTAN,
Pontianak Kalimanatan Barat 78124. email:mepauntan@gmail.com
107. Wapeala Undip, Kompleks PKM Joglo Jl Imam Barjo, S.H. No.2 Semarang. Telp : 024-8453508
PELAJAR PECINTA ALAM
1. THA SMUN 1 Jl.Hos Cokroaminoto 1 Yk
2. VACHERA SMUN 2 Jl.Bener Tegalrejo Yk
3. PADMANABA Hiking Club SMUN 3 Jl.Yos Sudarso 3 Yk
4. BHA SMUN 4 Jl.Magelang, Karanglor Yk
5. PUSPALA SMUN 5 Jl.Tinalan Kota Gede Yk
6. MWHC SMUN 6 Jl.Kahar Muzakir 1 Yk
7. Wibhakta Hiking Org. SMUN 7 Jl.MT.Haryono 47 Yk
8. PALACI SMUN 8 Jl.Kenari, Muja-Muju Yk
9. EPALA BHIPA SMUN 10 Jl.Godean 5 Ngupasan Yk
10. ARWACALA SMUN 11 Jl. AM Sangaji 50 Yk
11. FALAHI SMU Muh 1 Blunyahrejo Tegalrejo Yk
12. BHC SMU Muh 2 Jl.Kapas, Semaki Yk
13. Pasmaga SMU Muh 3 Jl.H. Salim Yk
14. PA MUPAT SMU Muh 4 Jl.Mondorakan Yk
15. Palamna SMU Muh 5 Purwadiningratan Yk
16. Gliderpala Adventure Team SMU Muh 7 Jl.Kapten Tendean 41 Yk
17. TMC SMK 2 Jl.AM Sangaji 47 Yk
18. DMSC SMU BOPKRI 1 Jl.Wardani 2 Yk
19. BHZ SMU BOPKRI 2 Jl.Jend.Sudirman 57 Yk
20. Rahul boga SMU BOPKRI 3 Jl.Jend.Sudirman 57 Yk
21. PALMA SMU Marsudiluhur Jl.Bintaran Kidul 16 Yk
22. Pisnaba Pecinta Alam Club SMU PIRI 1 Jl.Kemuning 1 Baciro Yk
23. BMHC SMU PIRI 2 Jl.Kol.Sugiono Yk
24. NAGAWANA SMK PIRI Jl.Kemuning 1 Yk
25. PADEBRI SMU De Brito Jl.Laksda Adisucipto161 Yk
26. KPGR Lebah Gunung 0 MAN 1 Jl.C.Simanjuntak No.60 Yk
27. PAMANDAYA MAN 2 Jl.KH.A.Dahlan Yk
28. Kartika seta SMU I I Jl.Kusumanegara Yk
29. Stembayo Hiking club SMK Pembangunan Jl.Mrican PO BOX 39 Yk
30. PIPA COBAYO SMK Perindustrian Kompleks Balapan Yk
31. GRAMA SURYA (GASAPALA) SMKN 3 Jl. Rw. Monginsidi 2A Yk
32. BIHC SMU 1 Budya Wacana Jl.Cik Di tiro Yk
33. PA SMU GAMA SMU GAMA Jl. Mrican 1 Yk
34. Papaek SMK MM 52 Jl.Kenari 2 Yk
35. PHAC SMK Penerbangan Jl.Magelang Yk
36. CITRA SMPP Jl.Kartini Bantul
37 Tirtonirmolo MC SMU Tirtonirmolo Jl.Tirtonirmolo Bantul
38. Pasmoro SMU Argomulyo Bantul
39. PAWANA SMU Wonosari Bantul
40. BBHC SMUN 1 Depok Jl.Babarsari Yk
41 Papala SMUN 2 Bantul Jl. R.A Kartini O2 Bantul
PEMUDA PECINTA ALAM (Independent)
1. MERMOUNC : Pengok, Yogyakarta
2. ASC : Jl Gedong Kuning, Yogyakarta
3. TerPal : Jl Veteran 69, Warung Boto, Yogyakarta
4. Malioboro Freelance : Gondomanan, GM II/351, Yogyakarta
5. Forth Vredeburg YS : Jl. Prapanca No.1, Gedong Kiwo, Yogyakarta
6. MAPALOM : Demangan, Yogyakarta
7. PALAMEGA Freelance : Pingit, JT/167, Yogyakarta
8. SURYAWANA : Jl Lingkar Utara No.9 Maguwoharjo,Yogyakarta
9. TG Adventure MS : Komplek IAIN, Yogyakarta
10. APELA : Sentolo, Kulon Progo
11. HUMPALA : Jl. Gejayan, Gg Indro No. 16, Yogyakarta
12. BAGASPALA : PDI Perjuangan 13. KAPAL 6 : Banaran Sendang Adi, Sleman, Yogyakarta
13 jalajah sabana : jl wates km 14 blok EE HP.085729972232


»»  READMORE...

Selasa, 28 Juni 2011

NEGARA

Negara sering disebut sebut sebagai suatu alasan untuk mengesahkan segala sesuatu. Sedangkan Negara itu sendiri selalu mengatasnamakan rakyat untuk alasan kebijakan yang selalu merugikan rakyat itu sendiri.
Disahkannya HPH ( Hak Penguasaan Hutan ) dengan alasan pengolahan Hutan dapat dikendalikan oleh Negara, akan tetapi kenyataannya adalah sebaliknya jumlah hutan semakin berkurang tiap tahunnya. Apakah ini sebuah kebijakan Negara untuk rakyat?
Perlu pembaca ketahui dan pahami bahwa sector yang tidak mungkin dikendalikan oleh pemerintah adalah MAHASISWA. Dari sebelum Indonesia Merdeka mahasiswalah yang selalu terdepan dalam pemikiran untuk mengubah nasib Indonesia dari penjajahan Jepang maupun Belanda. Hal itu terus berlanjut sampai detik inipun, mahasiswa adalah sebuah elemen yang selalu kontra dengan kebijakan Negara. Mari kita urutkan momen momen penting yang selalu berantai hingga keadaan Indonesia menjadi sekarat dan hanya menunggu waktu untuk menuju kehancuran.

17 agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, walaupun sebelumnya Jepang menjanjikan kemerdekaan tanggal 25 Agustus 1945, namun atas desakan Sukarni dan sekelompok pemuda, dengan menculik Sukarno Hatta dengan dasar pemikiran bahwa Kemerdekaan adalah bukan pemberian Jepang ataupun Negara lain, namun atas Keinginan dan Perjuangan Rakyat sendiri. Maka merdekalah Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, bukan 25 Agustus 1945 atas pemberian Jepang. untuk mengembalikan asset penjajahan, Sukarno membentuk tim yang melakukan pembenahan atas kerusakan lingkungan sisa penjajahan. Peristiwa tersebut terkenal dengan nama Revolusi Hijau. Sukarno terkenal dengan paham Eco Populism ( Paham yang menginginkan Hutan dimanfaatkan untuk Hutan itu sendiri dan untuk Rakyat )
11 Maret 1966 Sebuah Kejadian kontroversial kembali terjadi di bumi Indonesia, yaitu Surat Perintah Sebelas Maret ( SUPERSEMAR ) yang sampai saat inipun tidak pernah jelas kebenarannya. Rakyat Indonesiapun tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi, karena pengusutan SUPERSEMAR tidak pernah serius, hal ini bisa penulis artikan adanya manipulasi atau pemelencengan sejarah. Yang bertujuan untuk menutupi Rezim yang pernah berkuasa, bahkan rezim yang meneruskan kekuasaan negarapun memanfaatkan pemalsuan sejarah tersebut.
SUPERSEMAR adalah awal lahirnya Orde Baru yang memperkenalkan budaya KKN ( Korupsi, Kolusi, Nepotisme ) dimana Suharto menjelma menjadi penguasa otoriter, serta hampir absolut, yang membunuh sebuah “demokratis” dalam kekuasaannya. Kekuasaan yang terlindungi oleh Militer, serta melindungi aset para Investor asing yang secara perlahan akan hari terakhir penyisiran, para peserta melewatinya dengan semangat, walaupun megap – megap kehabisan air.
Orde yang melahirkan kebobrokan bagi Indonesia ini benar benar telah menghipnotis rakyat Indonesia dengan kenyamanan, ketenteraman, harga sembako yang murah tapi subsidi terus diperbesar yang akhirnya menumpuklah hutang luar negeri. Pemerintah menginstruksikan Emil Salim yang saat itu menjabat sebagai menteri lingkungan hidup untuk menjembatani gerakan lingkungan di Indonesia, agar pemerintah bisa tawar menawar dengan Organisasi Gerakan Lingkungan yang saat itu terus menerus mengkritisi kebijakan pemerintah, tujuannya adalah meredam aksi massa yang di pelopori gerakan lingkungan. Banyak sekali kebijakan pemerintah sebagai contoh : HPH, Investor asing yang lebih besar peranan dan modalnya dalam pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia, Upaya peningkatan Produktifitas pertanian dengan Panca Usaha Taninya yang kenyatannya memang meningkatkan hasil pertanian sekaligus memperburuk kualitas tanah akibat pemupukan yang berlebihan, tanah semakin keras dan kebutuhan pupuk semakin bertambah, akhirnya subsidi pupuk dikurangi, petani miskin akan semakin miskin, dan banyak kasus lagi yang pada Finalnya, Militer yang dimanfaatkan sebagai penjaga asset asing dan pembacking kebijakan pemerintah, Militer selalu ada dari pusat hingga tingkat Kecamatan untuk mengawasi pergerakan massa di desa, jangan kaget jika sampai didalam Kampus terdapat mata - mata militer atas perintah Pemerintah untuk mengawasi pergerakan Mahasiswa. Suka tidak suka, terima tidak terima memang begitulah kenyatannya. Wujud nyata pemerintah dalam menghalau kritikan gerakan lingkungan adalah membelokkan garis perjuangan gerakan Lingkungan, dan Mapala dengan cara memasukkan kegiatan Adventure dalam program serta agenda pemerintah, ( di masukkannya panjat dinding dalam salah satu cabang olah raga yang diperlombakan dalam Pekan Olah Raga Nasional), hal ini tentu saja disambut dengan hangat oleh Mapala serta organisasi pecinta alam lainnya yang memiliki jiwa petualang, sehingga berakibat konsentrasi mereka terpecah untuk perlombaan atau mengkritisi kebijakan pemerintah lagi. Sampai detik inipun jumlah Mapala yang masih konsisten dengan garis perjuangan semakin berkurang, sedangkan mapala yang cenderung memperbanyak kegiatan adventure semakin bertambah. Maka salahkah jika penulis menilai :
GARIS PERJUANGAN PECINTA ALAM DEWASA INI, PATUT DIPERTANYAKAN KEMBALI !!!

»»  READMORE...

ASA SEORANG DEMORALIS

Ufuk timur mulai memerah…..
Kidung syahdu burung – burung, satwa, serta pepohonan mulai terasa
Ada kidung kecerian, kepiluan,….
Bahkan kidung kasmaran….
Tak lupa ada kidung kerinduan dan kebencian

Kidung keceriaan karena ketidak pahaman…
Kepiluan karena kematian
Kasmaran karena birahi
Kerinduan akan belahan jiwa yang hilang
Serta kebencian akan makin sempitnya hutan

Andai aku bisa……
Akan aku organisir pepohonan, burung, rusa, anjing, ular, biawak, serigala, gajah, jerapah, dan satwa lainnya
Kucuci otak mereka
Kukosongkan naluri mereka
Selanjutnya akan aku masukkan doktrin – doktrin perlawanan
Perlawanan, penentangan terhadap HPH, pembukaan lahan baru, penebangan hutan, pembakaran hutan
Serta perlawanan terhadap proyek Taman nasional…
Taman nasional yang ternyata ditumpangi privatisasi,
Dan diracuni eksploitasi terhadap apa yang ada



Selanjutnya akan kuajak mereka mengikuti pendidikan, pengkaderan agar mereka tahu…
Agar mereka paham…
Apa itu eco populism,
Apa arti MAK
Apa arti MaDiLog
Apa itu sosialis, komunis, kapitalis,

Hingga mereka hanya akan menyanyikan sebuah kidung..
Sebuah kidung perlawanan
Mereka akan menolak, melawan, berdemonstrasi…
Menentang kebijakan – kebijakan dari manusia, untuk manusia yang berdampak pada hidup mereka…
Mereka …….. pepohonan, dan satwa - satwa
Berarti mereka telah paham apa yang harus dilakukan
Akhirnya aku dan kawan kawanku memiliki kawan baru dari spesies yang berbeda,..namun sependapat

GOBLOK!!!PENGKHAYAL, PEMIMPI, NGGAK ILMIAH!
Itu pasti yang terucap, katakan, bilang dan makikan
Makian itu hanya ditujukan padaku dan untuk aku
Huahahahahaha…..
Dasar gila! tidak waras! Itu yang kau, kamu, dirimu, anda dan kalian ucapkan
Sial!! Bangsat!! Aku dibilang gila….
Ya!! Aku memang gila….
Aku gila karena kalian payah, goblok, tolol, parah, malas..
Aku menginginkan pepohonan dan satwa – satwa yang akan meneriakkan kata PERLAWANAN !
Karena mereka lebih paham arti penindasan !!
Dan setiap tertindas pasti melawan !!!
Kecuali…..
Dan setiap tertindas pasti melawan !!!
Kecuali…..KALIAN !!
Kalian ….kau, kamu, dirimu, anda
Yang tidak pernah merasa tertindas, apalagi untuk menganalisa apa itu tertindas

Tertindas adalah……
Tertindas adalah…..
Kalianlah …kau, kamu, dirimu, engkau, anda yang tertindas
Ya!! Apa yang kalian alami itu adalah akibat dari penindasan
Kalianlah …kau, kamu, dirimu, engkau, anda yang tertindas karena penindasan

SAATNYA MENGKRITISI KEBIJAKAN - KEBIJAKAN DAN BANGKIT MELAWAN
DENGAN MENGUSUNG GERAKAN LINGKUNGAN
YANG SEBENAR - BENARNYA
UNTUK MENENTUKAN NASIB BANGSA KITA

( Taniwiryo Jr )
»»  READMORE...

“UNTUKMU KAWAN” .

Luapan emosi jiwa
Sangat berat tuk lupakan
Ketika canda-canda di balik kabut-kabut bukit.
Kini akan menjadi cerita

Tidak,tidak,tidak kawan
Kamu tidak boleh pergi dari sisi kami
Kenapa kamu tidak tiup peluit
Ketika darahmu berhenti
Kenapa kamu tidak teriak
Ketika nafasmu terasa sesak
Di mana aku,di mana kamu
Siapa aku,siapa kamu
Di mana keluh kesahmu kawan.
Selamat jalan kawan!!!
Perjuangan tak kan terhenti
Selama kami masih bisa tersenyum
Selama kami masih bisa bersama
Selama roh masih melekat di tubuh.
Maka tanah yang kau bongkar
Tumbuhan yang kau tanam
Akan selalu bersemi karena kami akan selalu menjaganya.
Selamat jalan kawan!!!
Kami yang kau tinggalkan
Dengan isak tangis,getaran-getaran jiwa
Menggema ke seluruh jagad
Kembalilah kawan jika kamu kesepian
Gak usah kamu minta aku tuk berdoa
Karena itu sudah menjadi kewajibanku
Selamat jalan kawan!!!
Semoga kamu tenang di alam mu.
Terima kasih atas ilmu-ilmumu
Terima kasih atas generasai-generasimu
Terima kasih telah berjuang bersama kami
Terima kasih kawan!!!

(sebuah karya untuk kawanku “Alm. gondes”)

»»  READMORE...

Senin, 27 Juni 2011

KARL MARX


Karl Heinrich Marx (lahir di Trier, Jerman, 5 Mei 1818 – meninggal di London, 14 Maret 1883 pada umur 64 tahun) adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia.


Walaupun Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai "Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah pertentangan kelas", sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka dari Manifesto Komunis.

Biografi


Karl Marx adalah seseorang yang lahir dari keluarga progresif Yahudi. Ayahnya bernama Herschel, keturunan para rabi, walaupun begitu ayahnya cenderung menjadi deis, yang kemudian meninggalkan agama Yahudi dan beralih ke agama resmi Prusia, Protestan aliran Lutheran yang relatif liberal untuk menjadi pengacara. Herschel pun mengganti namanya menjadi Heinrich. Saudara Herschel, Samuel — seperti juga leluhurnya— adalah rabi kepala di Trier. Keluarga Marx amat liberal dan rumah Marx sering dikunjungi oleh cendekiawan dan artis masa-masa awal Karl Marx.

Pendidikan


Marx menjalani sekolah di rumah sampai ia berumur 13 tahun. Setelah lulus dari Gymnasium Trier, Marx melanjutkan pendidikan nya di Universitas Bonn jurusan hukum pada tahun 1835.


Pada usia nya yang ke-17, dimana ia bergabung dengan klub minuman keras Trier Tavern yang mengakibatkan ia mendapat nilai yang buruk. Marx tertarik untuk belajar kesustraan dan filosofi, namun ayahnya tidak menyetujuinya karena ia tak percaya bahwa anaknya akan berhasil memotivasi dirinya sendiri untuk mendapatkan gelar sarjana. Pada tahun berikutnya, ayahnya memaksa Karl Marx untuk pindah ke universitas yang lebih baik, yaitu Friedrich-Wilhelms-Universität di Berlin. Pada saat itu, Marx menulis banyak puisi dan esai tentang kehidupan, menggunakan bahasa teologi yang diwarisi dari ayahnya seperti ‘The Deity’ namun ia juga menerapkan filosofi atheis dari Young Hegelian yang terkenal di Berlin pada saat itu. Marx mendapat gelar Doktor pada tahun 1841 dengan tesis nya yang berjudul ‘The Difference Between the Democritean and Epicurean Philosophy of Nature’ namun, ia harus menyerahkan disertasi nya ke Universitas Jena karena Marx menyadari bahwa status nya sebagai Young Hegelian radikal akan diterima dengan kesan buruk di Berlin. Marx mempunyai keponakan yang bernama Azariel, Hans, dan Gerald yang sangat membantunya dalam semua teori yang telah ia ciptakan.
Di Berlin, minat Marx beralih ke filsafat, dan bergabung ke lingkaran mahasiswa dan dosen muda yang dikenal sebagai Pemuda Hegelian. Sebagian dari mereka, yang disebut juga sebagai Hegelian-kiri, menggunakan metode dialektika Hegel, yang dipisahkan dari isi teologisnya, sebagai alat yang ampuh untuk melakukan kritik terhadap politik dan agama mapan saat itu.


Pada tahun 1981 Marx memperoleh gelar doktor filsafatnya dari Universitas Berlin, sekolah yang dulu sangat dipengaruhi Hegel dan para Hegelian Muda, yang suportif namun kritis terhadap guru mereka. Desertasi doktoral Marx hanyalah satu risalah filosofis yang hambar, namun hal ini mengantisipasi banyak gagasannya kemudian. Setelah lulus ia menjadi penulis di koran radikal-liberal. Dalam kurun waktu sepuluh bulan bekerja disana menjadi editor kepala. Namun, karena posisi politisnya, koran ini ditutup sepuluh bulan kemudian oleh pemerintah. Esai-esai awal yang di publikasikan pada waktu itu mulai merefleksikan sejumlah pandangan-pandangan yang akan mengarahkan Marx sepanjang hidupnya. Dengan bebas, esai-esai tersebut menyebarkan prinsip-prinsip demokrasi, humanisme, dan idealisme muda. Ia menolak sifat abstrak filsafat Hegelian, impian naif komunis utopis, dan para aktivis yang menyerukan hal-hal yang dipandangnya sebagai aksi politik prematur.


Ketika menolak aktivis-aktivis tersebut, Marx meletakkan landasan karyanya. Marx terkenal karena analisis nya di bidang sejarah yang dikemukakannya di kalimat pembuka pada buku ‘Communist Manifesto’ (1848) :” Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas.” Marx percaya bahwa kapitalisme yang ada akan digantikan dengan komunisme, masyarakat tanpa kelas setelah beberapa periode dari sosialisme radikal yang menjadikan negara sebagai revolusi keditaktoran proletariat(kaum paling bawah di negara Romawi).

Akhir dari Kapitalisme


Marx sering dijuluki sebagai bapak dari komunisme yang berasal dari kaum terpelajar dan politikus. Ia memperdebatkan bahwa analisis tentang kapitalisme miliknya membuktikan bahwa kontradiksi dari kapitalisme akan berakhir dan memberikan jalan untuk komunisme.


Di lain tangan, Marx menulis bahwa kapitalisme akan berakhir karena aksi yang terorganisasi dari kelas kerja internasional. “Komunisme untuk kita bukanlah hubungan yang diciptakan oleh negara, tetapi merupakan cara ideal untuk keadaan negara pada saat ini. Hasil dari pergerakan ini kita yang akan mengatur dirinya sendiri secara otomatis. Komunisme adalah pergerakan yang akan menghilangkan keadaan yang ada pada saat ini. Dan hasil dari pergerakan ini menciptakan hasil dari yang lingkungan yang ada dari saat ini. – Ideologi Jerman-


Hubungan antara Marx dan Marxism adalah titik kontroversi. Marxism tetap berpengaruh dan kontroversial dalam bidang akademi dan politik sampai saat ini. Dalam bukunya Marx, Das Kapital (2006), penulis biografi Francis Wheen mengulangi penelitian David McLellan yang menyatakan bahwa sejak Marxisme tidak berhasil di Barat, hal tersebut tidak menjadikan Marxisme sebagai ideologi formal, namun hal tersebut tidak dihalangi oleh kontrol pemerintah untuk dipelajari.
Marx Menikah pada tahun 1843 dan segera terpaksa meninggalkan Jerman untuk mencari atmosfir yang lebih liberal di Paris. Disana ia terus menganut gagasan Hegel dan para pendukungnya, namun ia juga mendalami dua gagasan baru –sosialisme Perancis dan ekonomi politik Inggris. Inilah cara uniknya mengawinkan Hegelianisme, sosialisme, dengan ekonomi politik yang membangun orientasi intelektualitasnya.
Di Perancis ia bertemu dengan Friedrich Engels sahabat sepanjang hayatnya, penopang finansialnya dan kolaboratornya. Engels adalah anak seorang pemilik pabrik tekstil, dan menjadi seorang sosialis yang bersifat kritis terhadap kondisi yang dihadapi oleh para kelas pekerja. Kendati Marx dan Engels memiliki kesamaan orientasi teoritis, ada banyak perbedaan di antara kedua orang ini. Marx cenderung lebih teoritis, intelektual berantakan, dan sangat berorientasi pada keluarga. Engels adalah pemikir praktis, seorang pengusaha yang rapi dan cermat, serta orang yang sangat tidak percaya pada institusi keluarga. Banyak kesaksian Marx atas nestapa kelas pekerja berasal dari paparan Engels dan gagasan-gagasannya.


Pada tahun 1844 Engels dan Marx berbincang lama disalah satu kafe terkenal di Perancis dan ini mendasari pertalian seumur hidup keduanya. Dalam percakapan itu Engels mengatakan, "Persetujuan penuh kita atas arena teoritis telah menjadi gamblang...dan kerja sama kita berawal dari sini." Tahun berikutnya, Engels mepublikasikan satu karya penting, The Condition of the Working Class in England. Selama masa itu Marx menulis sejumlah karya rumit (banyak di antaranya tidak dipublikasikan sepanjang hayatnya), termasuk The Holy Family dan The German Ideology (keduanya ditulis bersama dengan Engels), namun ia pun menulis The Economic and Philosophic Manuscripts of 1844, yang memayungi perhatiannya yang semakin meningkat terhadap ranah ekonomi.


Di tengah-tengah perbedaan tersebut, Marx dan Engels membangun persekutuan kuat tempat mereka berkolabirasi menulis sejumlah buku dan artikel serta bekerja sama dalam organisasi radikal, dan bahkan Engels menopang Marx sepanjang hidupnya sehingga Marx menagbdikan diri untuk petualang politik dan intelektualnya. Kendati mereka berasosiasi begitu kuat dengan nama Marx dan Engels, Engels menjelaskan bahwa dirinya partner junior Marx.


Sebenarnya banyak orang percaya bahwa Engels sering gagal memahami karya Marx. Setelah kematian Marx, Engels menjadi juru bicara terkemuka bagi teori Marxian dan dengan mendistorsi dan terlalu meyederhanakan teorinya, meskipun ia tetap setia pada perspektif politik yang telah ia bangun bersama Marx. Karena beberapa tulisannya meresahkan pemerintah Prussia, Pemerintahan Perancis pada akhirnya mengusir Marx pada tahun 1845, dan ia berpindah ke Brussel. Radikalismenya tumbuh, dan ia menjadi anggota aktif gerakan revolusioner internasional. Ia juga bergabung dengan liga komunis dan diminta menulis satu dokumen yang memaparkan tujuan dan kepercayaannya. Hasilnya adalah Communist Manifesto yang terbit pada tahun 1848, satu karya yang ditandai dengan kumandang slogan politik.


Pada tahun 1849 Marx pindah ke London, dan karena kegagalan revolusi politiknya pada tahun 1848, ia mulai menarik diri dari aktivitas revolusioner lalu beralih ke penelitian yang lebih serius dan terperinci tentang bekerjanya sistem kapitalis. Pada tahun 1852, ia mulai studi terkenalnya tentang kondisi kerja dalam kapitalisme di British Museum. Studi-studi ini akhirnya menghasilkan tiga jilid buku Capital, yang jilid pertamanya terbit pada tahun 1867; dua jilid lainnya terbit setelah ia meninggal. Ia hidup miskin selama tahun-tahun itu, dan hampir tidak mampu bertahan hidup dengan sedikitnya pendapatan dari tulisan-tulisannya dan dari bantuan Engels.


Pada tahun 1864 Marx terlibat dalam aktivitas politik dengan bergabung dengan gerakan pekerja Internasional. Ia segera mengemuka dalam gerakan ini dan menghabiskan selama beberapa tahun di dalamnya. Namun disintegrasi yang terjadi di dalam gerakan ini pada tahun 1876, gagalnya sejumlah gerakan revolusioner, dan penyakit yang dideritanya menandai akhir karier Marx. Istrinya meninggal pada tahun 1881, anak perempuannya tahun 1882, dan Marx sendiri meninggal pada tanggal 14 Maret 1883.


Dalam hidupnya, Marx terkenal sebagai orang yang sukar dimengerti. Ide-ide nya mulai menunjukkan pengaruh yang besar dalam perkembangan pekerja segera setelah ia meninggal. Pengaruh ini berkembang karena didorong oleh kemenangan dari Marxist Bolsheviks dalam Revolusi Oktober Rusia. Ide Marxian baru mulai mendunia pada abad ke-20.

Karya-karya Marx

  • Manifest der Kommunistischen Partei
  • Achtzehnte Brumaire

Referensi

1.     ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae Jonathan H. Turner. The Emergence of sociological theory. 1981. Illinois: The Dorsey Press. Hlm. 165-190
2.     ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad David McLellan. 1973. Karl Marx: His Life and Thought. New York: Harper Colophon. Hlm. 34-65
3.     ^ Phil Brown. 2005. Psikologi Maxis. Yogyakarta, Alenia. Hlm. 45
4.     ^ Terrell Carver. 1983. Marx and Engels: The Intellectual Relationship. Bloomington: Indiana University Press. Hlm. 113
5.     ^ Paul D. McLean. 1998. A Frame Analysis of Favor Seeking in the Renainaissance: Agency Networks, and Political Culture. American Journal of Sociology. Hlm. 51-91
6.     ^ Engels, Frederick. Frederick Engels tentang das Kapital Marx. Diterjemahkan oleh Ira Iramanto. 2002. Jakarta: Hasta Mitra. Hlm. 56
7.     ^ Paul M. Sweezy and Leo Huberman. 1964. The Communist Manifesto After 100 Years. New York: Monthly Review Press. Hlm. 98
8.     ^ Cyril Smith. 1997. Friedrich Engels and Marx’s Critique of Political Economy. Capital and Class 62: 123-142
9.     ^ Jonathan H. Turner. The Emergence of sociological theory. 1981. Illinois: The Dorsey Press. Hlm. 165
10.  ^ Michael H. Hart, 1995. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah. Jakarta, Dunia Pustaka Jaya. Hlm. 98
»»  READMORE...

Pages